VISIT INDONESIA 2011

VISIT INDONESIA 2011
visit indonesia 2011

UCAPAN KAMI

SELAMAT DATANG
WELCOME
ようこそ
환영합니다
欢迎光临
BIENVENUE
BEM-VINDO
ДОБРО ПОЖАЛОВАТЬ
مرحبا بكم
ยินดี ต้อนรับ
Maligayang pagdating
आपका स्वागत है
WILLKOMMEN

Minggu, 01 Agustus 2010



Nasional
Percaya Mistik Ibukota Negara Pindah ke Hutan
Banyak alasan kenapa satu negara menggeser Ibukota. Ada juga karena alasan mistik.
Minggu, 1 Agustus 2010, 07:45 WIB
Wenseslaus Manggut
Balai kota Nay Pyi Taw, ibukota Myanmar yang baru. (http://www.bbc.co.uk)
VIVAnews – Ribuan serdadu itu bergegas ke utara.  Memakai seragam lengkap, sepatu lars dengan bedil gelenjot di pundak.  Diangkut 1.100 truk militer yang gagah perkasa, rombongan bala tentara ini mengular hingga puluhan kilometer.
Pagi  itu 11 November 2005. Saat matahari merayap ke pucuk gunung,  para serdadu itu meninggalkan anak-istri yang terisak. Perpisahan itu terlalu mendadak. Diberitahu cuma dua hari sebelum berangkat.
Ribuan serdadu bermata sembab itu tidak sedang berangkat ke medan perang. Tapi ke sebuah kota bernama Pyinmana, 200 mil jauhnya dari Rangoon. Entah dapat wangsit dari langit mana, pemimpin junta militer Jenderal Than Shwe,  tiba-tiba memindahkan ibukota negara Myanmar ke kota yang terletak di tengah hutan itu.
Para tentara yang dihela pagi itu, diperintahkan mengawal ribuan pegawai negeri sipil dari 11 Departemen, sekaligus mengawal kota baru Pynmana. Perpindahan itu benar-benar merepotkan. Semua dokumen dan peralatan kantor diangkut, termasuk batu bata merah dari jaman Victoria dari ratusan bangunan kuno yang dirubuhkan di Rangoon.
Banyak orang mengecam Than Shwe atas aksi nekatnya itu. Ada yang menyebut sang jenderal sudah gila. “Semua orang membenci perpindahan ini, tapi pemerintah sudah gila,” kata Soe, salah seorang anggota keluarga yang dipindahkan seperti ditulis Washington Post, 28 Desember 2005.
Anggota keluarga yang ditinggalkan murka alang kepalang dengan ibukota baru itu. Kota Pyinmana, lanjut Soe, “Aku sangat berharap bisa meledakkan tempat itu” Tapi  bahkan ribuan serdadu berbedil yang pergi sembari bersungut pagi itu, tak sanggup menolak pindah.
Mereka bergegas melewati hutan, melintasi jalan rusak yang banyak lubangnya. Dan rombongan panjang ini masuk ibukota baru itu saat hari sudah gelap. Perjalanan menghabiskan waktu 12 jam.
Selain disambut kegelapan, mereka juga disambut kengerian. Pynmana bukanlah kota seperti yang dibayangkan. Kota itu cuma himpunan cagak beton, jalan tak beraspal yang menyemburkan debu tebal ke lubang hidung.
Berbilang bulan, ribuan pegawai negeri dan para serdadu itu bak tinggal di pengungsian. Menetap di bangunan yang belum rampung, tanpa air bersih dan listrik seperti di kota Yangoon.
Ibukota Tanpa Jiwa --Contoh Negara2 yang Gagal
• VIVAnews

Nasional
Ibukota Indonesia Pindah ke Palangkaraya?
Jakarta dinilai terlalu sumpek sebagai Ibukota RI. Mau pindah ke kota mana?
Minggu, 1 Agustus 2010, 07:11 WIB
Wenseslaus Manggut
Macet Jakarta (VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews – PADA awalnya adalah kemacetan. Lalu berkumpulah tiga ahli itu pada satu siang, di sebuah restoran di Jakarta, Kamis 29 Juli 2010. Mereka begitu bersemangat. Wartawan diundang datang. Pada hari itu, problem macet Jakarta siap dikulik.

“Soal kemacetan bukan cuma soal teknis transportasi,” ujar Andrinof Chaniago. Dia pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia. Suaranya pesimis. Dia, misalnya, tak percaya solusi menambah panjang jalan, dan juga jalan tol. Mass Rapid Transit pun dianggapnya percuma.

Bagi Andrinof, akar macetnya Jakarta sederhana: pekerjaan bertumpuk di tengah kota, tapi para pekerja tinggal di tepi. Akibatnya pada siang hari, populasi di Jakarta membengkak. Kepadatan itu baru mengempis pada malam hari.
Masalahnya, di tengah kota, rumah mahal. Yang tak sanggup beli atau sewa, akhirnya menyingkir ke pinggir. Mereka baru menyerbu ke tengah kota, pada pagi dan siang hari. Di sini muncul soal lain: Jakarta tak punya alat angkut berskala besar, dan cepat.

“Lalu muncul cost of poverty,” ujar Tata Mustaya, rekan Andrinof. Tata adalah master manajemen pembangunan jebolan Universitas Turin, Italia. Pakar lainnya adalah M Jehansyah Siregar, dosen Institut Teknologi Bandung. Jehansyah adalah doktor di bidang pemukiman dari Universitas Tokyo, Jepang.

Mereka bertiga tergabung dalam Tim Visi Indonesia 2033.

Yang dimaksud Tata adalah orang miskin membayar lebih mahal. Kaum menengah ke bawah itu harus berjibaku melawan kemacetan. Untuk sampai ke tempat kerja, ongkos lebih banyak. Berbeda dengan kaum menengah atas, yang tinggal  di tengah kota.

Sebelumnya, pada kesempatan berbeda, Yayat Supriyatna, planolog dari Universitas Trisakti, mengatakan Jakarta tak disiapkan sebagai Ibukota, dengan skala sebesar sekarang. "Pertama, yang harus diingat, kita punya Ibukota karena faktor sejarah," kata Yayat.

Unjuk Rasa Merebak, Tolak Bahasa Resmi China
Pengunjuk rasa ingin agar dua dialek bahasa China dibiarkan tetap berdampingan.
Minggu, 1 Agustus 2010, 18:35 WIB
Arinto Tri Wibowo, Harriska Farida Adiati
VIVAnews - Ratusan orang turun ke jalan di Hong Kong, Minggu 1 Agustus 2010. Mereka melakukan aksi untuk menentang usulan pemerintah China yang akan menjadikan bahasa China dialek Mandarin, dan bukan Kanton, sebagai bahasa resmi negara. Aksi serupa sudah digelar pekan lalu di kota Guangzhou, China daratan.

Para demonstran berjalan menuju kantor pemerintah. Mereka ingin agar dua dialek bahasa China dibiarkan tetap berdampingan, dan menuntut pemerintah melindungi kebudayaan Kanton.

"Kami ingin menyatakan dukungan bagi rekan-rekan kami di Guangzhou dalam upaya mereka untuk melindungi budaya Kanton dari segala ancaman eliminasi budaya," kata Choi Suk Fong, penanggung jawab aksi seperti dikutip dari laman Straits Times.

Peserta demonstrasi mengenakan kaos dengan sebuah logo yang berbunyi: Kalian ingin kami diam! Kami akan berbicara lebih keras menggunakan bahasa Kanton!"

Aksi ini digelar setelah sebuah lembaga penasihat politik di Guangzhou bulan ini menyampaikan usulan pada birokrat agar stasiun televisi setempat menyiarkan tayangan-tayangan utama dalam bahasa Mandarin menjelang ajang Asian Games di China pada November mendatang.

Otoritas China mengatakan, mengadopsi bahasa resmi China, yang juga dikenal dengan sebutan Putonghua, akan meningkatkan persatuan, menempa lingkungan yang baik untuk berbahasa, dan membantu pengunjung pergelaran Asian Games yang tidak bercakap dalam bahasa Kanton.

Usulan itu menimbulkan ketakutan di antara penutur Kanton akan masa depan sebuah bahasa yang merupakan bahasa asli sekitar 70 juta orang di Hong Kong, Makau, dan provinsi Guangdong. Bahasa Kanton juga banyak dituturkan oleh komunitas China di mancanegara. (hs)
• VIVAnews

Minggu, 01/08/2010 19:44 WIB
GP3 Hongaria
Race Kedua Rio Finis ke-11
Reky Herling Kalumata - detiksport


Budapest - Rio Haryanto kembali meraih hasil positif di GP3 Hongaria. Start dari posisi ke-20, pembalap muda Indonesia ini berhasil finis di posisi ke-11.

Pada race kedua GP3 di Hungaroring yang berlangsung, Minggu (1/8/2010) pagi waktu setempat, Rio menempatkan diri di posisi ke-11. Ia mencatat waktu 27 menit dan 06,783 detik setelah menyelesaikan 16 lap.

Ini adalah hasil positif bagi Rio setelah di race pertama sebelumnya dia hanya finis di posisi ke-20. Posisi startnya ketika itu memang tidak menguntungkan di posisi ke-26 setelah di kualifikasi sempat melintir.

Namun, hal tak membuat Rio hilang semangat. Ia tetap mampu menunjukan skillnya dan akhirnya berada di posisi ke-11. Meski demikian Rio juga diuntungkan dengan beberapa insiden pembalap yang ada di depannya.

Start dari posisi ke-20, Rio sudah berada di posisi ke-18 hingga bisa naik ke posisi ke-13 dan bertahan di posisi ke-12. Di posisi tersebut Rio sempat bertahan hingga balapan tersisa dua lap.

Rio naik ke posisi ke-11 setelah pembalap Carlin J Newgarden yang berada di posisi ke-2 mengalami masalah mesin sehingga terhenti. Rio pun akhirnya menyelesaikan lomba di posisi ke-11.

Sedangkan pembalap ART Grand Prix Alexander Rossi menjadi juara di race kedua ini dengan catatan waktu 26:27.165. Bagi Rio hasil itu tetap membuatnya berada di posisi kelima dengan 21 poin, sedangkan Esteban Gutierrez tetap memimpin klasemen dengan 75 poin.

China Luncurkan Satelit Navigasi Kelima
Minggu, 1 Agustus 2010 | 18:16 WIB
BEIDOU.GOV.CN
Peluncuran satelit Beidou.
MOSKWA, KOMPAS.com - China berhasil meluncurkan satelit navigasinya yang kelima ke orbit Bumi sebagai bagian dari proyek pengembangan sistem satelit navigasi global. Demikian menurut laporan kantor berita resmi Xinhua, Minggu (1/8/2010).

Satelit yang diberi nama Beidou (berarti Kompas) itu diluncurkan menggunakan roket buatan China, Long March 3, pada pukul 21.30 waktu setempat, Sabtu kemarin, dari Xichang Space Center di barat daya China.

Pada 2020, China berencana akan membentuk jaringan 35 satelit, yang berkemampuan memberikan jasa navigasi global kepada pengguna di seluruh dunia.
Beidou pada saat ini memberikan jasa navigasi di dalam negeri China dan negara-negara tetangganya.

Setelah selesai, proyek itu akan menjadi setara dengan sistem navigasi global positioning system (GPS) milik AS bersaing dengan sistem navigasi lain yang sedang dikembangkan seperti Glonass milik Rusia dan Galileo milik Eropa.



Pabrik Gong di Bogor Digemari Turis
Sabtu, 31 Juli 2010 | 07:23 WIB
Dokumentasi Pemerintah Kota Bogor
ilustrasi
BOGOR, KOMPAS.com - Turis asing yang berkunjung ke Kota Bogor, Jawa Barat, kini memiliki alternatif tujuan baru, yaitu Pabrik Gong di Kampung Pancasan, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat.
Pemilik kerajinan Gong Pancasan, Sukarna bin Jufri (85), mengemukakan, setiap hari pabriknya yang menjadi pusat kerajinan pembuatan gamelan tradisional tersebut selalu didatangi turis asing.
"Setiap hari biasanya selalu ada turis asing yang berkunjung ke pabrik gong. Mereka berkunjung dengan tujuan yang sangat beragam," kata Sukarna.
Jumlah turis yang datang setiap hari bervariasi, mulai dua orang hingga enam orang. Pada hari Sabtu dan Minggu, biasanya turis yang datang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasa.
"Biasanya rombongan sekitar enam orang dan beberapa rombongan yang datang," papar Sukarna. Menurut dia, para turis asing itu berasal dari berbagai negara, mulai Australia, Asia Timur, Eropa hingga Amerika.
"Sebagian besar turis asing berasal dari Amerika Serikat. Sebagian lain dari negara yang beragam," imbuh Sukarna.
Setiap bulan, rata-rata terdapat sekitar 200 turis asing yang berkunjung ke Pabrik Gong Pancasan. Pemerintah Kota Bogor, katanya, sempat berencana menjadikan pabrik gong sebagai wahana wisata.
Namun, pemerintah maunya memungut retribusi bagi turis asing yang berkunjung, sehingga pemilik pabrik merasa keberatan.
Menurut Sukarna, para turis asing berkunjung untuk melihat-lihat cara pembuatan gamelan tradisional kekayaan bumi Nusantara tersebut. "Beberapa bulan lalu pernah ada dua profesor dari Belanda dan Amerika yang melakukan penelitian. Mereka berada di pabrik mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00," imbuh Sukarna.
Para turis asing tersebut sebagian hanya melihat dari dekat cara pembuatan gamelan, sebagian lain membeli sebagai koleksi dan kenang-kenangan untuk dibawa pulang ke negeri asal.
Harga gong atau gamelan yang dibuatnya beragam, tergantung pada ukurannya. Gong terkecil dengan berat 3 kg dijual Rp 900.000, dan ukuran sedang seberat 7 Kg dijual Rp 2 juta.
Sedangkan gong berukuran besar seberat 10 kg dijual Rp 3 juta, dan yang sangat besar (20 kg) dijual Rp 6 juta.